Tampilkan postingan dengan label Polymer. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Polymer. Tampilkan semua postingan

Rabu, 03 Oktober 2012

Pengelolaan Limbah Rumah Sakit

Artikelbagus.com - Pengelolaan Limbah Rumah Sakit Jutaan jenis sumber penyakit setiap saat mengancam lingkungan kita. Sebagiannya berasal dari limbah, baik limbah industri, limbah rumah tangga maupun limbah rumah sakit. Penelitian dan pencarian solusi terus dilakukan. Tantangan ke depan adalah bagaimana mendaur ulang limbah yang ditakuti menghasilkan bahan yang dibutuhkan. Undang-Undang No. 23 tahun 1992 tentang Pokok-Pokok Kesehatan menyebutkan bahwa setiap warga negara Indonesia berhak memperoleh derajat kesehatan yang setinggi-tingginya. Oleh karena itu Pemerintah menyelenggarakan usaha-usaha pencegahan dan pemberantasan penyakit, pencegahan dan penanggulangan pencemaran, pemulihan kesehatan, penerangan dan pendidikan kesehatan pada rakyat dan lain sebagainya. 

Usaha peningkatan dan pemeliharaan kesehatan harus dilakukan secara terus menerus, sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan di bidang kesehatan. Sejalan dengan itu, perlindungan terhadap bahaya pencemaran lingkungan juga perlu mendapat perhatian khusus dan diharapkan mengalami kemajuan. Makin disadari bahwa kegiatan rumah sakit (RS) yang sangat kompleks tidak saja memberikan dampak positif bagi masyarakat sekitarnya, tapi juga mungkin dampak negative berupa cemaran akibat proses kegiatan maupun limbah yang dibuang tanpa pengelolaan yang benar. 

Limbah berupa virus dan kuman yang berasal dan Laboratorium Virologi dan Mikrobiologi dapat membahayakan kesehatan para petugas, pasien maupun masyarakat. Sampai saat ini belum ada alat penangkalnya sehingga sulit dideteksi. Selain itu, limbah cair, limbah padat dan limbah gas yang dihasilkan RS dapat pula menjadi media penyebaran gangguan atau penyakit, berupa pencemaran udara, pencemaran air, tanah, pencemaran makanan dan minuman. Pengelolaan limbah RS yang tidak baik akan memicu resiko terjadinya kecelakaan kerja dan penularan penyakit dari pasien ke pekerja, dari pasien ke pasien, dari pekerja ke pasien, maupun dari dan kepada masyarakat pengunjung RS. Tentu saja RS sebagai institusi yang sosio-ekonomis karena tugasnya memberikan pelayanan kesehatan kepada masyarakat, tidak terlepas dari tanggung jawab pengelolaan limbah yang dihasilkan. 

Untuk menjamin keselamatan dan kesehatan awak RS maupun orang lain yang berada di lingkungan RS dan sekitarnya, Pemerintah (dhi Depkes) telah menyiapkan perangkat lunak berupa peraturan, pedoman dan kebijakan yang mengatur pengelolaan dan peningkatan kesehatan di lingkungan RS, termasuk pengelolaan limbah RS. Di samping itu secara bertahap dan berkesinambungan Depkes juga telah mengupayakan instalasi pengelolaan limbah pada RS-RS pemerintah. Namun pengelolaan limbah tersebut masih perlu ditingkatkan lagi. Tantangan ke depan adalah bagaimana "menyulap" limbah yang semula menjadi sumber penyakit yang ditakuti masyarakat menjadi bahan yang dapat didaur ulang, misalnya menjadi air bersih, pupuk, atau energi yang dibutuhkan masyarakat. 

Potensi pencemaran limbah RS Dalam profil kesehatan Indonesia, Depkes, 1997, diungkapkan seluruh RS di Indonesia berjumlah 1090 dengan 121.996 tempat tidur. Hasil kajian terhadap 100 RS di Jawa dan Bali menunjukkan, rata-rata produksi sampah kering 3,2 kilogram/ tempat tidur/hari, dan produksi limbah cair 416,8 liter/tempat tidur/hari. Di negara maju, jumlah limbah RS diperkirakan 0,5 -0,6 kilogram/tempat tidur/hari. Analisis lebih jauh menunjukkan, produksi limbah padat 76,8 persen dan limbah infektius 23,2 persen. Diperkirakan secara nasional produksi sampah (limbah padat) RS sebesar 376.089 ton/hari dan produksi limbah cair 48.985,70 ton/hari. Dapat dibayangkan betapa
besar potensi RS untuk mencemari lingkungan dan kemgngkinannya menimbulkan kecelakaan serta penularan penyakit. Dampak terhadap kesehatan lingkungan Limbah RS mengandung bermacam mikroorganisme bergantung pada jenis RS dan tingkat pengolahannya sebelum dibuang. Limbah cair RS dapat mengandung bahan organik dan anorganik yang umumnya diukur dengan parameter BOD, COD, TSS, dan lain-lain. Sedangkan limbah padat RS terdiri atas sampah yang mudah membusuk, mudah terbakar, dan Iain-lain. Limbah-limbah tersebut kemungkinan besar mengandung mikroorganisme pathogen atau bahan kimia beracun berbahaya . (B3) yang dapat menyebabkan penyakit infeksi dan dapat tersebar ke lingkungan RS gara-gara teknik pelayanan kesehatan yang kurang memadai, kesalahan penanganan bahan-bahan terkontaminasi dan peralatan, serta penyediaan dan pemeliharaan sarana sanitasi yang masih buruk. 

Pembuangan limbah yang cukup besar ini paling baik jika dilakukan dengan memilahmilah limbah ke dalam pelbagai kategori dan masing-masing jenis kategori dibuang dengan cara yang berbeda. Prinsip umum pembuangan limbah RS adalah sejauh mungkin menghindari resiko kontaminsai dan trauma (injury). Jenis-jenis limbah RS meliputi limbah klinik, limbah bukan klinik, limbah patologi, limbah dapur, dan limbah radioaktif. Limbah Klinik dihasilkan selama pelayanan pasien secara rutin, pembedahan dan di unit-unit resiko tinggi. Contohnya perban (pembalut) yang kotor, cairan badan, anggota badan yang diamputasi, jarum dan semprit bekas, kantung urin dan produk darah. Limbah ini mungkin berbahaya dan mengakibatkan resiko tinggi infeksi kuman terhadap pasien lain, staf rumah sakit dan populasi umum (pengunjung RS dan penduduk sekitar RS). Oleh karena itu perlu diberi label yang jelas sebagai resiko tinggi. Limbah bukan klinik meliputi kertas-kertas pembungkus atau kantong dan plastik yang tidak berkaitan dengan cairan badan. Meskipun tidak menimbulkan resiko penyakit, limbah ini cukup merepotkan karena memerlukan tempat yang besar untuk mengangkut dan mambuangnya. 

Limbah patologi juga dianggap beresiko tinggi dan sebaiknya di-otoklaf sebelum keluar dari unit patologi. Limbah ini pun harus diberi label biohazard. Limbah dapur mencakup sisa-sisa makanan dan air kotor. Berbagai serangga seperti kecoa, kutu dan tikus merupakan gangguan bagi staf, pasien maupun pengunjung rumah sakit. Limbah radioaktif walaupun tidak menimbulkan persoalan pengendalian infeksi di rumah sakit, pembuangannya secara aman perlu diatur dengan baik . Upaya pengelolaan limbah RS Pengolahan limbah pada dasarnya merupakan upaya mengurangi volume, konsentrasi atau bahaya limbah, setelah proses produksi atau kegiatan, melalui proses fisika, kimia atau hayati. Upaya pertama yang harus dilakukan adalah upaya preventif yaitu mengurangi volume bahaya limbah yang dikeluarkan ke lingkungan yang meliputi upaya mengurangi limbah pada sumbernya, serta upaya pemanfaatan limbah. Program minimisasi limbah di Indonesia baru mulai digalakkan, bagi RS masih merupakan hal baru, yang tujuannya untuk mengurangi jumlah limbah dan pengolahan limbah yang masih mempunyai nilai ekonomis. 

Berbagai upaya telah dilakukan untuk mengungkapkan pilihan teknologi mana yang terbaik untuk pengolahan limbah, khususnya limbah berbahaya antara lain reduksi limbah (wasfe reduction), minimisasi limbah (waste minimization), pemberantasan limbah (waste abatement), pencegahan peF&emaran (waste prevention) dan reduksi pada sumbemya (source reduction). Reduksi limbah pada sumbernya merupakan prioritas atas dasar pertimbangan antara lain meningkatkan efisiensi kegiatan, biaya pengolahannya relatif murah dan pelaksanaannya relatif mudah.
Berbagai cara yang digunakan untuk reduksi limbah pada sumbernya adalah:
  1. House keeping yang baik, dilakukan demi menjaga kebersihan lingkungan dengan mencegah terjadinya ceceran, tumpahan atau kebocoran bahan serta menangani limbah yang terjadi dengan sebaik mungkin.
  2. Segregasi aliran limbah, yakni memisahkan berbagai jenis aliran limbah menurut jenis komponen, konsentrasi atau keadaanya, sehingga dapat mempermudah, mengurangi volume, atau mengurangi biaya pengolahan limbah.
  3. Preventive maintenance, yakni pemeliharaan/penggantian alat atau bagian alat menurut waktu yang telah dijadwalkan.
  4. Pengelolaan bahan (material inventory), suatu upaya agar persediaan bahan selalu cukup untuk ; menjamin kelancaran proses kegiatan, namun tidak berlebihan sehingga tidak menimbulkan gangguan lingkungan, sedangkan penyimpanan agar tetap rapi dan terkontrol.
  5. Pemilihan teknologi dan proses yang tepat untuk mengeluarkan limbah B3 dengan efisiensi yang cukup tinggi, sebaiknya dilakukan sejak awal pengembangan rumah sakit baru atau penggantian sebagian unitnya.
  6. Penggunaan kantung limbah dengan warna berbeda untuk memilah-milah limbah di tempat sumbernya, misalnya limbah klinik dan bukan klinik. Kantung plastic cukup mahal, sebagai gantinya dapat digunakan kantung kertas yang tahan bocor, dibuat secara lokal sehingga mudah diperoleh. Kantung kertas ini dapat ditempeli strip berwarna, kemudian ditempatkan di tong dengan kode warna di bangsal dan unit-unit lain.
Teknologi pengolahan limbah
Teknologi pengolahan limbah medis yang sekarang jamak dioperasikan hanya berkisar antara masalah tangki septik dan insinerator (pembakaran). Keduanya sekarang terbukti memiliki nilai negatif besar. Tangki septik banyak dipersoalkan lantaran rembesan air dari tangki yang dikhawatirkan dapat mencemari tanah. Terkadang ada beberapa rumah sakit yang membuang hasil akhir dari tangki septik tersebut langsung ke sungai-sungai, sehingga dapat dipastikan sungai tersebut tercermari zat medis. Insinerator, yang menerapkan teknik pembakaran pada sampah medis, juga bukan berarti tanpa cacat. Badan Perlindungan Lingkungan AS (United States Environmental Protection Agency -USEPA) menemukan teknik insenerasi merupakan sumber utama zat dioksin yang sangat beracun. Penelitian terakhir menunjukkan zat dioksin ini menjadi pemicu tumbuhnya kanker pada tubuh. Hal yang sangat menarik dari permasalahan ini adalah ditemukannya teknologi pengolahan limbah dengan metode ozonisasi, satu metode sterilisasi limbah cair rumah sakit yang direkomendasikan USEPA pada tahun 1999. Teknologi ini sebenarnya dapat juga diterapkan untuk mengelola limbah pabrik tekstil, cat, kulit, dan lain-lain.

Ozonisasi limbah medis
Limbah cair yang dihasilkan RS umumnya banyak mengandung bakteri, virus, senyawa kimia, dan obat-obatan yang dapat membahayakan bagi kesehatan masyarakat sekitar RS tersebut. Limbah dari laboratorium paling perlu diwaspadai. Bahan-bahan kimia yang digunakan dalam proses uji laboratorium tidak bisa diurai hanya dengan aerasi atau activated sludge. Bahan-bahan itu mengandung logam berat dan infektius, sehingga harus disterilisasi atau dinormalkan sebelum "dilempar" menjadi limbah tak berbahaya. Foto rontgen misalnya, menggunakan cairan tertentu yang mengandung radioaktif yang cukup berbahaya. Setelah bahan ini digunakan. limbahnya dibuang. Sebenarnya, proses ozonisasi telah dikenal lebih dari seratus tahun lalu. Proses ozonisasi pertama kali diperkenalkan pada tahun 1906 oleh Nies dari Prancis sebagai metode sterilisasi air minum. Penggunaan proses ozonisasi kemudian berkembang sangat pesat. Dewasa ini, metode ozonisasi mulai banyak digunakan untuk sterilisasi bahan makanan, pencucian peralatan kedokteran, hingga sterilisasi udara pada ruangan kerja di perkantoran.

Sekam padi (kulit gabah)

Artikelbagus.com - Sekam padi (kulit gabah) merupakan hasil penggilingan atau penumpukan gabah. Secara global sekitar 600 juta ton beras dari padi diproduksi tiap tahunnya. Sekitar 20 % dari berat padi adalah sekam padi, dan bervariasi dari 13 sampai 29 % dari komposisi sekam adalah abu sekam yang selalu dihasilkan setiap kali sekam dibakar (Hara, 1996; Krishnarao, et al., 2000). Di Indonesia, khususnya Sulawesi selatan, sekam padi biasanya bertumpuk dan hanya menjadi bahan buangan disekitar penggilingan padi. Pemanfaatannya masih sangat terbatas, hasil pembakaran sekam padi biasanya digunakan sebagai abu gosok untuk membersihkan peralatan rumah tangga dan digunakan untuk mengeringkan bata pada tempet-tempat pembuatan genteng dan batu bata.

Menurut Thomas dan Jones (1970) dalam Lembang (1995), bahwa pada lapisan terluar dari sekam padi terkonsentrasi silika yang tinggi dengan tingkat porositas yang tinggi, ringan dan permukaan eksternal yang luas sehingga sangat bermanafaat sebagai adsorben dan isolator. Nilai paling umum kandungan silika (SiO2) dalam abu sekam padi adalah 94 – 96 % dan apabila nilainya mendekati atau dibawah 90 % kemungkinan disebabkan oleh sampel sekam yang telah terkontaminasi oleh zat lain yang kandungan silikanya rendah (Houston, 1972;Prasad, et al., 2000). Secara paraktis, variasi kandungan silika dari abu sekam padi bergantung pada teknik pembakaran (waktu dan suhu). Pembakaran pada suhu 550°C - 800°C menghasilkan silika amorf dan pembakaran pada suhu yang lebih tinggi akan menghasilkan Kristal silika fase kristobalit dan tridimat (hara, 1986). Hal ini sesuai dengan sifat silikat bahwa perubahan suhu dapat mengakibatkan perubahan bentuk senyawa silikatnya.

Gambar 4.3 Difraktogram abu sekam padi hasil refluks dan sintering pada suhu 700oC selama 4 jam.

Gambar 2…. Memperlihatkan hasil XRD abu sekam padi yang telah direfluks dengan larutan HCL. Hasil sintering memperlihatkan bahwa seluruh fase yang ada didalam abu sekam padi selain 〖SiO〗_2 hilang, dan fase Kristal 〖SiO〗_2 berubah menjadi fase amorf. Perubahan fase ini diperlukan karena abu sekam padi pada fase amorf memiliki kemampuan yang tinggi untuk mengadsobsi logam berat (Feng,Q., et al,. 2004).

Sintesis geopolimer memerlukan silika, salah satu contoh dalam oksida aluminasilikat. Hasil penelitian tentang sintesa geopolimer dari bahan dasar lempung dan abu sekam padi (subaer, dkk., 2006) memperlihatkan bahwa geopolimer yang dihasilkan memiliki struktur mikro, sifat fisis dan mekanik yang serupa dengan geopolimer yang dihasilkan dari bahan dasar kaolin. 

Penggunaan abu sekam padi di dalam penelitian ini didasari dari temuan Feng,Q., et al,. (2004) mengenai pemanfaatan abu sekam padi dalam mengadsobsi logam berat seperti Pb dan Hg. Hasil penelitian tersebut memperlihatkan kapabilitas dan laju adsobsi logam berat oleh abu sekam padi sangat tinggi dan cepat dibandingkan dengan menggunakan metode lain. Abu sekam padi dalam penelitian digunakan sebagai bahan dasar yang bertujuan untuk mengadsobsi logam berat dari industri yang dibungkus oleh lempung sebagai pembentuk rangka geopolimer sehingga material yang dihasilkan memiliki keunggulan yakni kekuatan tekan yang tinggi, aman, ramah lingkungan, tahan panas dan zat asam, serta biaya produksi yang murah.

Limbah Logam Berat

Artikelbagus.com - Limbah Logam Berat : Kegiatan pembangunan bertujuan meningkatkan kesejahteraan hidup rakyat yang dilaksanakan melalui pembangunan jangka panjang yang bertumpu pada pembangunan di bidang industri. Pembangunan industri di suatu pihak akan menghasilkan barang bermanfaat bagi kesejahteraan hidup rakyat dan di lain pihak industri juga menghasilkan limbah. Diantara limbah yang di hasilkan oleh kegiatan industri terdapat limbah B3.

Limbah bahan berbahaya dan beracun (B3) adalah sisa suatu usaha dan atau kegiatan yang mengandung bahan berbahaya dan atau beracun yang karena sifat dan atau konsentrasinya dan atau jumlahnya, baik secara langsung maupun tidak langsung dapat mencemarkan dan atau merusak lingkungan hidup, dan atau dapat membahayakan lingkungan hidup, kesehatan, kelangsungan hidup manusia serta makhluk hidup lainnya (PP No. 18 Tahun 1999 Jo PP No. 85 Tahun 1999. 

Logam berat adalah komponen alamiah lingkungan yang mendapatkan perhatian berlebih akibat ditambahkan ke dalam tanah dalam jumlah yang semakin meningkat dan bahaya yang mungkin ditimbulkan. Logam berat menunjuk pada logam yang mempunyai berat jenis lebih tinggi dari 5 atau 6g/cm3. Namun pada kenyataannya dalam pengertian logam berat ini, dimasukkan pula unsur-unsur metaloid yang mempunyai sifat berbahaya seperti logam berat sehingga jumlah seluruhnya mencapai lebih kurang 40 jenis. Beberapa logam berat yang beracun tersebut adalah As, Cd. Cr, Cu, Pb, Hg, Ni, dan Zn.
Secara umum logam berat telah digunakan secara luas terutama dalam bidang kimia dan industri. Menurut palar (1994), secara umum logam berat memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
a. memiliki kemampuan yang baik sebagai penghantar daya listrik (konduktor)
b. memiliki rapat massa yang tinggi.
c. Dapat membentuk alloy dengan logam lainnya
d. Untuk logam yang padat dapat ditempa dan dibentuk
Unsur-unsur atau kandungan logam yang terdapat dalam atmosfir ditemukan dalam bentuk partikel atau merupakan senyawa. Unsur logam ditemukan secara luas di seluruh permukaan bumi yang dapat bersifat toksik yang berbahaya bagi manusia apabila masuk ke dalam tubuh dimana logam tersebut biasanya terdapat dalam makanan, air dan udara.
Khromium (Cr)
Khromium (Cr) adalah metal kelabu yang keras. Khromium terdapat pada industri gelas, metal, fotografi, dan elektroplating. Dalam bidang industri, khromium diperlukan dalam dua bentuk, yaitu khromium murni dan aliasi besi-besi khromium yang disebut ferokromium sedangkan logam khromium murni tidak pernah ditemukan di alam. Khromium sendiri sebetulnya tidak toksik, tetapi senyawanya sangat iritan dan korosif. Inhalasi khromium dapat menimbulkan kerusakan pada tulang hidung. Di dalam paru-paru, khromium ini dapat menimbulkan kanker. Sebagai logam berat, khrom termasuk logam yang mempunyai daya racun tinggi. Daya racun yang dimiliki oleh khrom ditentukan oleh valensi ionnya. Logam Cr6+ merupakan bentuk yang paling banyak dipelajari sifat racunnya dikarenakan Cr6+ merupakan toxic yang sangat kuat dan dapat mengakibatkan terjadinya keracunan akut dan keracunan kronis. (Soemirat, 2002). 
Khromium mempunyai konfigurasi electron 3d54s1, sangat keras, mempunyai titik leleh dan titik didih tinggi diatas titik leleh dan titik didih unsur-unsur transisi deret pertama lainnya. Bilangan oksidasi yang terpenting adalah +2, +3 dan +6. jika dalam keadaan murni melarut dengan lambat sekali dalam asam encer membentuk garam kromium (II). (Achmad, Hiskia, 1992). 
Senyawa-senyawa yang dapat dibentuk oleh khromium mempunyai sifat yang berbeda-beda sesuai dengan valensi yang dimilikinya. Senyawa yang terbentuk dari logam Cr+2 akan bersifat basa, dalam larutan air kromium (II) adalah reduktor kuat dan mudah dioksidasi diudara menjadi senyawa khromium (III) dengan reaksi :
2 Cr2+ (aq) + 4H+ (aq) + O2 (g) + 2 Cr3+ (aq) + 2 H2O (l) ……..... (1) 
Senyawa yang terbentuk dari ion khromium (III) atau Cr3+ bersifat amporter dan merupakan ion yang paling stabil di antara kation logam transisi yang lainnya serta dalam larutan, ion ini terdapat sebagai ()[]+362OHCr yang berwarna hijau. Senyawa yang terbentuk dari ion logam Cr6+ akan bersifat asam. Cr3+ dapat mengendap dalam bentuk hidroksida. Khrom hidroksida ini tidak terlarut dalam air pada kondisi pH optimal 8,5–9,5 akan tetapi akan melarut lebih tinggi pada kondisi pH rendah atau asam. Cr6+ sulit mengendap, sehingga dalam penanganannya diperlukan zat pereduksi dari Cr6+ menjadi Cr3+. (Palar,1994). 
Seng (Zn)
Seng (Zn) adalah metal yang didapat antara lain pada industri alloy, keramik, pigmen, karet, dan lain-lain. Toksisitas Zn pada hakekatnya rendah. Tubuh memerlukan Zn untuk proses metabolisme, tetapi dalam kadar tinggi dapat bersifat racun. Seng menyebabkan warna air menjadi opalescent, dan bila dimasak akan timbul endapan seperti pasir. (Soemirat, Juli, 2002). 
Seng adalah suatu bluish-white, metal berkilauan, Zinc merupakan logam seperti perak banyak digunakan dalam industri baja supaya tahan karat, membuat kuningan, membuat kaleng yang tahan panas dan sebagainya. Rapuh pada suhu lingkungan tetapi lunak pada suhu 100-150°C. Merupakan suatu konduktur listrik dan terbakar tinggi di dalam udara pada panas merah-pijar. 
Logam seng (Zn) tersedia secara commercially jadi tidak secara normal untuk membuatnya di dalam laboratorium. Kebanyakan produksi seng didasarkan bijih sulfid. Zn dipanggang didalam pabrik industri untuk membentuk oksida seng, ZnO. Ini dikurangi dengan karbon untuk membentuk seng metal, tetapi diperlukan practice ingenious technology untuk memastikan bahwa seng yang dihasilkan tidak mengandung oksida tak murni. 
ZnO + C → Zn + CO …………………….(2)
ZnO + CO → Zn + CO2 …………………….(3)
CO2 + C → 2CO …………………….(4) 
Tipe lain dari ekstrasi adalah electrolytic. Penguraian dari zinc oxide mentah, ZnO, di dalam sulphuric acid menjadi zinc sulfate, ZnSO4. Solusi dari elektrolisi ZnSO4 menggunakan katoda aluminium dan dicampur timah dengan anoda perak membentuk logam seng murni yang dilapisi aluminium. Gas oksigen dibebaskan pada anoda. 
Tembaga (Cu)
Tembaga dengan nama kimia cupprum dilambangkan dengan Cu. Logam ini berbentuk kristal dengan warna kemerahan. Secara kimia, senyawa-senyawa dibentuk oleh logam Cu (tembaga) mempunyai bilangan valensi +1 dan +2 yang tidak dapat larut dalam air dingin atau air panas, tetapi mereka dapat dilarutkan dalam larutan asam. Cu merupakan penghantar listrik terbaik setelah perak (Argentum-Ag), karena itu logam Cu banyak digunakan dalam bidang elektronika atau pelistrikan. Pada manusia, efek keracunan yang ditimbulkan akibat terpapar oleh debu atau uap. Cu tersebut adalah terjadinya kerusakan atropik pada selaput lendir yang berhubungan dengan hidung. Kerusakan itu, merupakan akibat dari gabungan sifat iritatif yang dimiliki oleh debu atau uap Cu tersebut. (Palar, 2004). 
Secara umum sumber masuknya logam Cu ke dalam tatanan lingkungan adalah secara alamiah dan non alamiah. Berikut ini adalah proses masuknya Cu ke alam : 
a. Secara alamiah Cu masuk ke dalam suatu tatanan lingkungan sebagai akibat peristiwa alam. Unsur ini dapat bersumber dari peristiwa pengikisan (erosi) dari batuan mineral, dari debu-debu dan atau partikulat-partikulat Cu yang ada dalam lapisan udara yang turun bersama hujan. 
b. Secara non alamiah Cu masuk ke dalam suatu tatanan lingkungan sebagai akibat dari suatu aktifitas manusia. Jalur dari aktfitas manusia ini untuk memasukkan Cu ke dalam lingkungan ada berbagai macam cara. Salah satunya adalah dengan pembuangan oleh industri yang memakai Cu dalam proses produksinya. 
Timbal (Pb)
Timbal atau dalam keseharian lebih dikenal dengan nama timah hitam, dalam bahasa ilmiahnya dinamakan plumbum. Dahulu digunakan sebagai konstituen di dalam cat, baterai, dan saat ini banyak digunakan dalam bensin. Pb organik (TEL = Tetra Ethyl Lead) sengaja ditambahkan ke dalam bensin untuk meningkatkan nilai oktan. Pb adalah racun sitemik yang dikenal dengan cara pemasukannya setiap hari dapat melalui makanan, air, udara dan penghirupan asap tembakau. Efek dari keracunan Pb dapat menimbulkan kerusakan pada otak dan penyakit-penyakit yang berhubungan dengan otak, antara lain epilepsi, halusinasi, kerusakan pada otak besar. (Palar, 2004). 
Timbal dalam industri digunakan sebagai bahan pelapis untuk bahan kerajinan dari tanah karena pada temperatur yang rendah bahan pelapis dapat digunakan. Sekarang banyak juga digunakan sebagai pelapis pita-pita, karena mempunyai sikap resisten terhadap bahan korosif dan bahan baterai, cat. Senyawaan yang terpenting adalah (CH3)4Pb dan (C2H5)4Pb yang dibuat dalam jumlah yang sangat besar untuk digunakan sebagai zat “antiknock” dalam bahan bakar.